Tim Hukum Aditya – Habib Said: Sulit Mempercayai Penyelenggara Pilkada Banjarbaru

1 November 2024
Tim Hukum Pertanyakan Keputusan KPU Banjarbaru dan Sebut Cacat Administrasi (foto.wiranata/newsway.id)

NEWSWAY.ID, BANJARBARU – Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjarbaru untuk mendiskualifikasi pasangan calon (Paslon) Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah dari kontestasi Pemilihan Wali Kota 2024 menuai respons serius dari tim hukum paslon tersebut.

Pada Jumat (1/11/2024), Deni Hariyatna, kuasa hukum Paslon Aditya-Said, mengutarakan berbagai kejanggalan terkait keputusan KPU yang menurutnya cacat secara administrasi dan hukum.

Menurut Deni, salah satu kejanggalan utama adalah perbedaan nomor laporan terkait dugaan pelanggaran administrasi yang dituduhkan kepada kliennya.

Ia menyatakan bahwa nomor laporan yang dibuat pelapor, Wartono, berbeda dengan nomor rekomendasi yang diterbitkan oleh Bawaslu Provinsi Kalimantan Selatan, yang menjadi rujukan KPU Banjarbaru dalam mengambil keputusan diskualifikasi.

“Secara hukum, karena ini terkait dengan pelanggaran administrasi, kami juga memeriksa keabsahan administrasi dari KPU dan Bawaslu. Kami tidak tahu keputusan ini didasarkan pada laporan yang mana, sehingga kami anggap keputusan tersebut cacat hukum,” ungkap Deni saat memberikan keterangan pers di Kantor DPC PPP Banjarbaru, Jumat petang.

Selain perbedaan nomor laporan, Deni juga menyoroti bocornya informasi terkait keputusan KPU sebelum pengumuman resmi dilakukan.

Ia mengungkapkan bahwa keputusan dengan nomor 124 baru disampaikan kepada pihaknya pukul 14.00 WITA, namun berita terkait keputusan tersebut sudah muncul di salah satu media daring pada pukul 00.30 dini hari.

“Ini memunculkan pertanyaan besar mengenai kredibilitas KPU Banjarbaru, bagaimana informasi bisa bocor sebelum diumumkan secara resmi,” lanjutnya.

Deni juga mempertanyakan proses pengambilan keputusan yang menurutnya dilakukan tanpa kajian yang mendalam.

~ Advertisements ~
~ Advertisements ~

Ia menilai KPU Kota Banjarbaru terburu-buru dalam memutuskan diskualifikasi Aditya-Said hanya melalui satu kali rapat pleno tanpa melakukan kajian komprehensif atas rekomendasi Bawaslu.

“Seharusnya KPU tidak menelan mentah-mentah rekomendasi Bawaslu. Banyak aspek yang bisa diperiksa ulang atau dikonfirmasi lebih lanjut. Namun, KPU langsung memberikan sanksi ekstrem berupa diskualifikasi, padahal ada opsi sanksi lain yang bisa dipertimbangkan,” terang Deni.

Menurutnya, KPU Banjarbaru terkesan mengabaikan prinsip kehati-hatian, yang penting dalam kasus serius seperti pembatalan pasangan calon.

“Membatalkan paslon bukanlah hal sederhana, terutama di tengah tahapan pemilu yang sudah berjalan. Kami melihat banyak hal dalam laporan ini yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum,” ujarnya.

Deni juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap penyelenggaraan Pilkada di Banjarbaru, yang menurutnya lebih mengarah pada kepentingan politik daripada penegakan hukum.

“Sepertinya ini persoalan politik yang lebih dalam ketimbang soal hukum,” tandasnya.

Meski memiliki hak untuk mengajukan banding atas keputusan tersebut, tim hukum Aditya-Said masih mempertimbangkan langkah selanjutnya.

“Kami bisa melakukan banding, tapi dengan kondisi penyelenggaraan pemilu yang seperti ini, sulit bagi kami mempercayai proses yang sedang berjalan. Mungkin biarlah masyarakat yang menilai kredibilitas penyelenggara pemilu,” tutup Deni.

Keputusan KPU Banjarbaru ini jelas menambah ketegangan dalam proses Pilkada Kota Banjarbaru, dan masyarakat kini menanti langkah lanjutan dari tim Aditya-Said untuk menentukan arah perjuangan mereka di kontestasi politik ini.

Tinggalkan Balasan

Latest from Blog